Ada
2 hukum di dunia ini yang paling mendasar. Yang pertama hukum identitas dan
yang kedua hukum kontradiksi. Hukum identitas jika a = a, aku = aku, berdiri =
bediri. Tetai, jika memperhatikan ruang dan waktu maka hukum identitas tidak
akan pernah tercapai. Hukum identitas itu artinya subjek = predikat. Hanya
Tuhan yang merupakan subjek = predikat, maka orang tidak pernah sama dengan
namany. Maka 2 = 2 itu hanya bear jika dipikirkan, kalau ditulis dan diucapkan
menjadi salah. Karena kita tidak bisa mengucapkan banyak kata dalam sekali
ucap. Maka dalam matematika hanya benar jika dalam pikiran, yang tertulis itu
salah menurut filsafat. Dalam hidup ini berlaku hukum kontradiksi, subjek tidak
sama dengan predikat. Maka kita tidak pernah sama dengan nama kita
masing-masing. Hukum identitas yang kemudian disebut sebagai analitik. Ilmu
yang bersifat analitik adalah matematika, karena yang benar adalah yang ada di
dalam pikiran. Hukum kontradiksi sifatnya adalah sintetik. Oleh karena itu, di
dalam logika (berfikir murni, matematika) sifat pengetahuany bersifat analitik,
maka nilai kebenaranya apakah dia konssten atau tidak. Maka matematika nilai kebenaranya
dilihat apakah konsisten atau tidak. Sedangkan dalam dunia ini hukumnya adalah
kontradiksi, nilai kebenaranya adalah korespondensi. Kemudian ditambah unsure
lagi yang identitas berupa definisi, teorema, aksioma, dan lain-lain. Disamping
bersifat analitik, maka berfikir itu punya sifat apriori. Apriori itu punya
kelebihan merencanakan dan memikirkan apa yang belum dilihat. Sebaliknya dunia
pengalaman bersifat aposteriori. Jadi berfilsafat itu berkontradiksi, siap
berkotradiksi dengan pikiranmu. Hubunganya dengan hati adalah jangan membiarkan
hati kita berkontradiksi, karena jika berkontradiksi maka adalah setan. Ephoce
adalah tempat untuk membuang hal-hal yang tidak kita pikirkan. Orang beragama
dan tidak beragama bedanya di etik dan estetika, bisa mengelola hati yang
tegoda oleh setan.
Tiada
seorang filsuf pun yang mengaku dirinya filsuf. Misalya Plato hanya berkarya
saja, dan orang lain yang menganggap filsuf. Tiadalah orang yang mampu
menguasai filsafat, hanya berusaha mempelajari. Filsafat seorang guru
menentukan belajar A dan siswa ingin belajar B, filsafatnya adalah terjeman dan
menerjemahkan, yaitu hermeunitika/berinteraksi. Fungsi guru adalah menyediakan alat,
sarana, fasilitas sehingga siswa dapat belajar matematika secara optimal. Filsuf,
filsuf ilmuan, dan ilmuan filsuf itu berbeda. Misalnya Emanuel Kant dan
Pythagoras adalah matmatikawan sekaligus filsuf. Godel dan Fermat adalah tokoh
matematikawan murni.
Romamtisme
itu bahwa yang benar adalah yang romantic, yang ada yang romantic, hidup ini
dipandang sebagai sesuatu yang romantic. Ada unsur keindahan, percintaan, dan
unsure kuasa. Kalau dilihat dari romantisisme, peperangan di teluk Persia
adalah percintaan Sadam Husein dan Josh Bush. Ketampanan diukur dari kekuasaan.
Misalnya di Indonesia yang paling tampan adalah Susilo Bambang Yudoyono,
sedangkan di dunia yang paling tampan adalah Barrack Obama.
Munculnya
filsafat karena orang tertarik pada objek di luar dirinya, maka orang emnajdi
bertanya unsure yang membentuk objek di luar dirinya. Objek pertama filsafat
adalah alam. Refleksi paling tinggi dalam filsafat karena di dalamnya ada
judgement. Wayang adalah bayangan yang di dalamnya mengandung estetika, unsure
filsafat, ilmu, dan seterusnya. Intisari wayang memperoleh kebaikan dan menghindari
keburukan. Di dalam wayang ada tokoh-tokoh, di dalam filsafat juga ada tokoh
yaitu yang ada dan yang mungkin ada. Dari sisi filsafat, wayang itu adalah
usaha memperbincangkan tokoh-tokoh manusia, sebagai simulasi. Di dalam filsafat
kita memperbincangkan yang ada dan yang mungkin ada. Tingkatan yang paling
tinggi dari siswa memperlajari matematika adalah jika dapat memperbincangkan
yang ada dan yang mungkin ada dalam matematika sekolah. Maka ukuran kita dapat
berfilsafat jika mampu memperbincangkan
yang ada dan yang mungkin ada. Wayang juga mengajarkan nilai tata krama dan
pusat-pusat kerajaan.
Kita
tidak bisa memiih fisafat, artinya filsafat itu lebih dari cair, lebih dari
seperti udara, lebih dari secepat suara, tetapi secepat cahaya karena filsafat adalah
olah pikir. Para filsuf adalah pintu masuknya filsafat. Jika kita mengambil
salah satu filsuf, pasti akan membaca tokoh yang lain. Misalnya tokoh Imanuel
Kant yang tetap juga berubah, idealis juga realis, rasionalis juga empiris.
Tesis
adalah yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya tesisnya A, maka antitesisnya
adalah selain A. Maka kita bisa mendefinisikan dunia dengan tesis dan
antithesis. Jika ada perbedaan adalam pendapat, maka dibicarakan. Untuk
mengetahui olah pikir kita mengalami peningkatan adalah dengan refleksi, setiap
jenis ujian adalah refleksi.
Pertanyaan:
1. Bagaimana
mengaplikasikan ilmu filsafat dalam kehidupan kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar