Dalam hidup ini, manusia tidak pernah terhindar dari
persoalan-persoalan tentang kehidupan, begitu pula saat berfilsafat pun juga
muncul persoalan. Persoalan filsafat dari zaman dahulu hingga sekarang sama
saja, orang-orang selalu mengalaminya, karena filsafat sendiri merupakan ilmu
yang mempelajari olah pikir seseorang. Olah pikir itu sebenarnya adalah apa
yang patut dipikirkan, apa yang pantas untuk dipikirkan, apa yang bisa dipikirkan,
dan apa yang tidak pantas untuk dipikirkan. Selanjutnya, jika kita bisa
berfikir, maka muncul pertanyaan baru yaitu sejauh mana kita mikirkannya dan
bagaimana cara kita memikirkannya, terkait metode-metode yang kita gunakan
untuk memikirkannya. Itu merupakan persoalan manusia sejak awal. Karena
sesungguhnya manusia ditakdirkan mempunyai pikiran, hanya bedanya pada
tingkatan atau dimensi kualitas yang berbeda-beda. Selain itu juga memiliki ektensifitas
atau keluasan yang tidak sama satu dengan yang lainnya.
Selain persoalan filsafat, hal lain yang bisa dikaji
secara filsafati adalah mitos. Jika zaman Yunani punya mitos, maka kita juga mempunyai
mitos. Mitos yang ada tidak selamanya bersifat negatif. Mitos bisa saja bermanfaat.
Karena anak kecil belajarnya bukan memakai pehamana tetapi melakukan apa-apa
yang tidak dimengerti, itulah yang dinamakan mitos. Kita dalam kehidupan kadang
juga melakukan seperti hal itu. Tetapi sebagai mahasiswa akan menjadi hal yang
lucu jika tidak mengetahui manfaat dan tujuan melakukan sesuatu. Mitos sejalan
dengan intuisi, anak kecil 90% belajar dengan menggunakan intuisi. Maka jika
dianalogikan, produk merupakan mitos, sedangkan proses merupakan intuisi.
Bagaimana anak-anak memahami panjang, pendek, tinggi, redah, luas, sempit, dan
lain-lain itu menggunakan intuisi. Intuisi diperoleh dari interaksi dengan
lingkungan sekitar, komunikasi dengan keluarga, teman, dan seterusnya. Contoh
intuisi yaitu: kapan kita mngetahui konsep cantik atau tampan? Hal tersebut tergantung
dari keterbukaan keluarga, keterbukaan lingkungan, dan seterusnya. Bahkan
seorang anak kecil umur 11 bulan bisa mendefinisikan apa itu cantik dengan
komunikasi bahasa dan interaksi.
Kalau di Yunani ada mitos bahwa pelangi
sebagai jembatan para bidadari untuk turun ke bumi, maka kita juga punya mitos
bahwa di laut selatan ada kerajaan Nyai Roro Kidul. Karena sangat kuatnya mitos
sehingga orang-orang tidak berani memikirkannya. Mitos lain menyebutkan jika
akan pergi ke pantai jangan memakai baju berwarna hijau karena merupakan warna
kesukaan Nyai Roro Kidul. Segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada mempunyai
dua sisi, yaitu memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan akan adanya mitos
laut selatan yaitu orang-orang menjadi santun dan tidak sembarangan terhadap
laut selatan sehingga laut selatan terjaga kelestariannya, orang-orang menjadi
segan. Kita juga bisa membuat sebuah mitos pada level kecil, misalnya ada pohon
mangga yang berjarak 500 m dari rumah sehingga control terhadap buah mangga
menjadi berkurang, jadi buahnya sering habis dicuri anak-anak. Maka pada suatu sore
sebelum magrip kita bisa berlari-lari ke rumah sambil berteriak hantu, lalu
tersiar kabar di kampung bahwa pohon mangga tersebut ada hantunya, sehingga
mangganya utuh dan tidak dicuri. Artinya mitos adalah pengetahuan yang diberi
motif tertentu. Seorang raja juga butuh mitos untuk mengarahkan rakyatnya dan
membuat pengetahuan-pengetahuan. Selain itu, orang Jawa memang memiliki banyak
mitos lain, yaitu: tidak boleh duduk di ambang pintu karena takutnya tidak
mendapat jodoh; menyapu harus bersih supaya suaminya tidak berjenggot; mencari
jodoh tidak boleh yang rumahnya arah timur laut; tidak boleh tidur dengan
kepala di utara; pada bulan suro
tidak boleh mengadakan pesta; dan lain sebagainya.
Jika kita tidak mampu mengerti tenang
hal yang kita lakukan berarti itu adalah mitos. Tetapi mitos bagi orang lain
bisa merupakan ilmu. Mitos dalam diriku atau di luar diriku. Manusia itu hanya
bisa berikhtiar, semakin dewasa secara intuisi. Mitos dan intuisi merupakan hal
penting untuk belajar anak kecil, karena hampir semua aspeknya adalah mitos
yaitu anak-anak tidak mengerti apa yang mereka kerjakan. Misalnya, keterbatasan
komunikasi anak 11 bulan yang mempunyai keinginan walau ada kendala berbicara
menjadi problem komunikasi. Di dalam perkembangan filsafat yang makro
direfleksikan ke dalam mirko (diri kita) kemudian di ektensif dan intensifkan,
sehingga muncul pertanyaan tentang bagaimana mengatur keseimbangan antara hati,
pikiran, dan tindakan. Jika kita ingin menyamakan hati, pikiran, dan tindakan
itu domainnya berbeda. Domain pikiran itu serempak, domain perkataan itu satu
per satu bergantian dan seri, sedangkan domain pikiran itu parallel, apalagi
tindakan. Secara filsafat sangat sulit untuk mewujudkannya. Secara pragmatis maksudnya
kita berbuat bijaksana atau dari sisi pemikiran dan hati kalau kita intensif
dan ektensifkan. Bagaimana mengintensifkan hati dan pikiran? Bagaimana mengektensif
hati dan pikiran?
Tebersit juga sebuah tanya bagaimana
percaya pada nabi padahal sudah meninggal? Untuk mengenal nabi secara pikiran
bisa dari kitab suci, guru agama, buku agama, dan lain-lain. Setiap zaman ada
guru spiritual yang mampu membimbing dunia sampai akhirat. Sebenarnya ketika
sedang pergi, berperang, mandi, berdiskusi, mengadakan rapat tidak lain tidak
bukan bahwa sedang memandang wajah nabi. Dengan mengintensifkan dan mengolah
hati, wajah nabi sebenarnya dipandang bukan melalui mata, dipikirkan bukan
dengan pikran, tetapi melalui hati.
Supaya seimbang antara pikiran dan
hati bisa bertanya pada ustad, kyai, room, pendeta, tokoh agama, dan lain-lain.
Karena dalam hidup ini seyogyanya ada keseimbangan antara pikiran dan hati.
Jika hanya pikiran saja yang digunakan, maka lama-lama hati kita akan menjadi
tumpul dan tidak peka lagi terhadap sesama kita. Jika kita hanya menggunakan
hati, maka pikiran kita pun akan menjadi tumpul, sehingga logika tak berjalan
semestinya. Hidup kita adalah antara vital dan fatal. Kuburan adalah tempat roh-roh,
sehingga tidak selayaknya berbuat aneh-aneh di kuburan, tetapi harus sopan,
mengucap salam, dan lain-lain. Hidup ini juga antara takdir dan nasib. Walaupun
kita berusaha, tetapi kita tidak pernah tahu misteri apa yang akan terjadi. Menurut
Imannuel Kant namanya adalah pnaumena,
sesuatu yang tidak bisa dipirkan, hanya ilmu titen. Secara ontologis, kita
punya ciri-ciri, ilmu titen bisa benar bisa juga tidak benar.
Pertanyaan:
1. Apakah boleh kita tidak percaya pada mitos-mitos
yang ada jika kita tidak mengetahui tujuan ato manfaatnya?