Rabu, 23 Januari 2013

KONSTRUKTIVISME SEBAGAI METODE


 Sangat sulit menembus ruang dan waktu apabila orang yang bersangkutan tidak menyadarinya. Jika orang lulusan Sekolah Dasar (SD), maka tidak memahami apa itu menembus ruang dan waktu. Padahal sebuah batu pun yang tidak mengetahui makna menembus ruang dan waktu pun sebenarnya juga menembus ruang dan waktu. Menembus ruang dan waktu berkaitan dengan pemahaman seseorang. Jadi, kita beruntung bisa sampai perguruan tinggi dan mempelajari filsafat sehingga kita mengetahui tentang menembus ruang dan waktu.
            Jika kehilangan atau tidak mengetahui arah, berarti kehilangan intuisi ruang. Jika kita tidak menyadari waktu berarti kita kehilangan intuisi waktu. Misalnya kita bangun tidur jam 9 malam kemudian buru-buru mandi dan mau berangkat sekolah, padahal dalam keadaan malam, berarti kita kehilangan intuisi waktu.
            Bagaimanapun system pedidikan, guru dipercaya untuk mengejar di kelas. Maka otoritas dan kesempatan guru adalah mengajar dan berkomunikasi di kelas. Tidak bisa dibayangkan jika kita hidup tanpa intuisi. Karena tidak semua hal harus atau perlu definisi. Misalny ada teman mengajak kita membeli makanan dan memilih menu yang enak. Maka kita tidak perlu definisi enak, definisi menu, definisi makanan. Sejak kapan kita mengetahui konsep enak? Sejak lahir. Itulah contoh intuisi, jadi tidak perlu definisi. Contoh lain konsep panjang, pendek, cinta. Jadi tidak bisa dibayangkan jika hidup tidak ada intuisi. Contoh yang tidak memiliki intuisi adalah robot. Untuk melakukan sesuatu, robot perlu definisi dan tidak punya intuisi. Jadi secahnggih apapun robot, masih kalah dengan manusia, karena manusia ciptaan Tuhan penuh dengan intuisi, sedangkan robot tidak punya intuisi. Sehingga alangkah baiknya dan hebatnya jika pembelajaran dimulai dan menggunakan intuisi.
Bagaimana memperoleh intuisi? Yaitu dengan cara hidup. Kalau orang Yunani menggunakan hermeunitika, kalau orang kita menggunakan silaturahim, orang pendidikan menggunakan eksplorasi, orang filsafat pendidikan menggunakan to construct.  Terjemahan dari hermeunitika adalah terjemah dan menerjemahkan. Jadi realistik matematik yang paling bawah itu penting sekali. Jadi caranya menggapai intuisi dari siswa itu menggunakan matematika konkret. Sebagai seorang guru kita tidak boleh sedikit-sedikit meminta definisi kepada siswa. Siswa sebaiknya dilatih mengekspresikan pengalamannya. Misalnya menurut kamu yang kamu pahami sebagai enak itu apa? Yang kamu pahami sebagai sakit itu apa? Jadi tidak perlu menggunakan kata definisi. Membedakan cinta dan kasih sayang itu juga tidak perlu menggunakan definisi. Kecuali untuk terminology khusus, untuk karya sastra, karya ilmiah, scientific, peraturan perundang-undangan itu boleh menggunakan definisi. Jadi ada definisi operasional supaya tujuannya terukur.
Intuisi tidak hanya empiris. Bagaimana anak kecil bisa membedakan ibunya dan neneknya. Ketika tidur, ibu yang selalu mendampingiku. Mengetahui enak, panjang, pendek, baik, buruk, benar, dan salah itu menggunakan intuisi. Tetapi intuisi tidak hanya itu, tetapi ada intuisi murni. Intuisi murni itu jika kita berlatih keras, latihan soal matematika, membuktikan teorema, lama-lama tahu karakter dan sifat teorema dan belum mulai membuktikan saja sudah bisa menebak maksud teoremanya begini. Maka ada intuisi orang-orang yang berpegalaman. Intuisi seorang jendral berbeda dengan prajurit saat menghadapi peperangan, intuisi seorang pejabat dan rakyat itu berbeda dalam hal yang sama. Caranya dengan silaturahim, metode hidup yang paling alami.
Contoh metode belajar yang sesuai dengan kodrat alam:

Jika kita belajar tentang hal yang sama sekali belum mengetahui, kemudian menjadi sama sekali mengetahui. Contohnya saat Pak Marsigit sebulan yang lalu akan mereview ke sekolah SMP N 1 Bobotsari. Sebelum Pak Marsigit ke sana dan masih di Yogyakarta, pemahaman Pak Marsigit tentang SMP N 1 Bobosari masih nol, cuma sekedar nama di atas amplop. Kemudian Pak Marsigit pergi ke sana dengan 2 orang teman. Setelah tiba di sana, Pak Marsigit dan temannya menginap di tempat saudaranya. Esok harinya Pak Marsigit dan rombongan di jemput oleh perwakilan SMP N 1 Bobotsari. Sehingga pikirannya mulai terbelah. Hari itu Pak Marsigit dan romobongan pergi ke dinas pedidikan, lalu ke SMP N 1 Bobotsari untuk mengambil gambar. Setengah hari pertama setelah mengambil gambar maka pengetahuannya sudah mulai tumbuh  dan berkembang. Maka Pak Marsigit sudah memiliki banyak informasi tentang SMP N 1 Bobotsari. Setelah itu Pak Marsigit melakukan telaah dokumen Standar Nasional Pendidikan, mulai dari SKL, Standar Isi, RPP, penilaian, keuangan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana. Kemudian guru-guru dikumpulkan, yang berkaitan ditanya. Maka pengetahuannya mulai bertumbuh dan berkembang lagi. Hari yang kedua akan observasi sarana dan prasarana. Maka setelah 2 hari, pengetahuan tentang SMP N 1 Bobotsari sudah dalam posisi bertumbuh, berkembang, berbuah, dan mulai berdiri kokoh. Lalu Pak Marsigit menyapaikan kepada kepala sekolah untuk mengumpulkan guru-guru, karyawan, pengawas, dinas, sarana dan prasarana akan diumumkan hasil monitoring dan evaluasi (monev) di SMP N 1 Bobotsari. Pertemuan akan dilakukan di aula menggunakan speaker aktif dan juga LCD untuk menayangkan hasilnya. Pada akhir kunjungan selama 2 hari pengetahuannya sudah berbuah, dan buahnya bisa dinikmati oleh kepada SMP, guru yang lain tentang pemahaman Pak Marsigit tentang SMP N 1 Bobotsari. Inilah yang disebut dengan konstruktivism. Hal ini berlaku untuk setiap hall yang kita pelajari., termasuk dalil Pythagoras. Ini bisa terjadi 1 hari, 1 jam pelajaran, bisa 2 jam pelajaran, dan bisa 1 semester. Misalnya pohon filsafat pendidikan matematika. Itulah yang dimaksud pembelajaran yang sangat konstruktivism. Gambar tersebut hanya satu-satunya yang dibuat oleh Pak Marsigit. Inilah intuisi dari pengalaman, intuisi orang-orang yang berpengalaman menghasilkan. Intuisii orang berpengalaman dan tidak berpengalaman berbeda. Selama ini pengetahuan tentang intuisi hanya tulisan saja yang membuat kita bosan. Intuisi itu seperti itu. Contoh lain, bagaimana seorang cucu mengetahui tentang bapaknya. Cinta juga begitu, bisa selesai bisa belum. Tetapi pemahaman Pak Marsigit tentang SMP N 1 Bobotsari tidak akan pernah selesai, dipotong 2 hari karena terbatas ruang dan waktu. Seperti cinta Pak Marsigit terhadap istrinya sudah berbuah, buahnya sudah bercucu, tetapi cintanya belum selesai, karena belum bercinta di usia 70 tahun. Seperti halnya Bapak Habibie dan Ibu Ainun, walaupun Ibu Ainun sudah meninggal dunia, tetapi Bapak Habibie masih mencintainya. Bapak Habibie sering datang ke makam Ibu Ainun dan mendoakannya.
            Orang berfilsafat itu berbahaya jika salah ruang dan waktu, dan yang kedua jika parsial/sebagian/sepenggal-sepenggal tidak komprehensif. Filsafat itu untuk orang dewasa. Belajar filsafat itu hanya untuk diri kita sendiri dan orang-orang yang belajar filsafat saja, tidak bisa diajarkan ke luar. Filsafat itu bukan untuk diajarkan pada siswa. hal itulah yang membuat tangisan para filsuf. Kita belajar denga membaca elegy, sesuai dengan gurunya supaya tidak tersesat. Bukan porsinya untuk menyampaikan bahwa matematika itu kontradikif, matematika itu bukan ilmu. Harapannya setelah belajar filsafat, kita menjadi mengendap, berbuah, menjadi bijaksana, kemudian muncul produk baru yang mencerminkan belajar filsafat.
            Selama ini karena kita sakit. Ciri-ciri orang sakit, kepala tidak percaya pada tangan, kepala tidak percaya pada kaki, tangan tidak percaya pada kaki, pejabat tidak percaya pada rakyat, pejabat tidak percaya pada guru. Kurikulum di desain atas dasar ketidakpercayaan pada guru. Kalau pejabat di Jakarta berbicara, sebenarnya UAN tidak diperlukan jika guru dapat dipercaya, guru dirugikan. Yan terpenting adalah mau masuk sekolah ada seleksi, mau masuk perguruan tinggi menggunakan seleksi. Tetapi sekarang ini sama saja, karena masuk sekolah dengan seleksi sudah tidak bisa dipercaya. Karena adanya kong kali kong, korupsi, dan sebelum masuk sudah ada calo supaya mudah diterima. Karena Indonesia terletak di pusaran 4 sungai, yaitu sungai utilitarian, pragmatis, capital, dan sungai hedonism. Karena di pusaran 4 sungai, maka arus di Indonesia tidak jelas. Ada yang arusnya muter-muter, ada yang berbalik arah, sehingga banyak orang yang tenggelam. Tetapi juga ada atlet yang berlatih dan menguji diri  sehingga tampil menjadi juara, bersenang-senang, bergembira ria. Sehingga umaroknya bingung, ulamanya bingung. Yang jadi ulama juga tergoda, yang jadi ilmuan tergoda, yang jadi artis tergoda, bahkan pak bupati juga tergoda. Baru menikah 4 hari cerai, nanti menikah 4 jam lalu cerai.
Internasional itu sampah, yang mutiara atau emas itu adalah local jenius kita. Sekarang di Inggris sedang diperjuangkan pernikahan sejenis di gereja. Itu adalah hal yang mengerikan jika sesame jenis menikah. Di Jerman sekarang sedang dipersiapkan undang-undang melarang manusia melakuakan seks dengan binatang, karena di sana sudah banyak terjadi praktek manusia melakukan hubungan seks dengan hewan. Saat ini Indonesia berada pada muara sungai sehingga mau kemanakah arah Indonesia? Itulah pertanyaan Pak Marsigit, itulah saran Pak Marsigit ke pemerintah untuk pendidikan. Apakah ke industrial trainer? Kita sudah tergoda ke sana saat pemerintahan Pak Habibie, basic science sebagai anak emasnya, polanya persis sama dengan Amerika. Tapi kita harusnya tahu diri, jika tidak mengerti pendidikan, maka janganlah mengurus masalah pendidikan. Apakah karena dana pendidikan 20%, dananya yang paling banyak sehingga semua orang berbondong-bondong untuk mengurus masalah pendidikan. Apakah mau ke technology non pragmatis? Tetapi jelas kita old humanis? Tetapi jika sudah pejabat, dengan gagahnya kita membicarakan untuk membangun karakter bangsa. Contohnya Belanda adalah negara berkarakter sehingga mampu menjajah Indonesia 350 tahun. Karakter mau dibawa kemana? Karakter itu bisa didefisikan dari siapa untuk siapa?


Tidak ada komentar: