Selasa, 04 Desember 2012

MITOS DALAM FILSAFAT



Dalam hidup ini, manusia tidak pernah terhindar dari persoalan-persoalan tentang kehidupan, begitu pula saat berfilsafat pun juga muncul persoalan. Persoalan filsafat dari zaman dahulu hingga sekarang sama saja, orang-orang selalu mengalaminya, karena filsafat sendiri merupakan ilmu yang mempelajari olah pikir seseorang. Olah pikir itu sebenarnya adalah apa yang patut dipikirkan, apa yang pantas untuk dipikirkan, apa yang bisa dipikirkan, dan apa yang tidak pantas untuk dipikirkan. Selanjutnya, jika kita bisa berfikir, maka muncul pertanyaan baru yaitu sejauh mana kita mikirkannya dan bagaimana cara kita memikirkannya, terkait metode-metode yang kita gunakan untuk memikirkannya. Itu merupakan persoalan manusia sejak awal. Karena sesungguhnya manusia ditakdirkan mempunyai pikiran, hanya bedanya pada tingkatan atau dimensi kualitas yang berbeda-beda. Selain itu juga memiliki ektensifitas atau keluasan yang tidak sama satu dengan yang lainnya.
Selain persoalan filsafat, hal lain yang bisa dikaji secara filsafati adalah mitos. Jika zaman Yunani punya mitos, maka kita juga mempunyai mitos. Mitos yang ada tidak selamanya bersifat negatif. Mitos bisa saja bermanfaat. Karena anak kecil belajarnya bukan memakai pehamana tetapi melakukan apa-apa yang tidak dimengerti, itulah yang dinamakan mitos. Kita dalam kehidupan kadang juga melakukan seperti hal itu. Tetapi sebagai mahasiswa akan menjadi hal yang lucu jika tidak mengetahui manfaat dan tujuan melakukan sesuatu. Mitos sejalan dengan intuisi, anak kecil 90% belajar dengan menggunakan intuisi. Maka jika dianalogikan, produk merupakan mitos, sedangkan proses merupakan intuisi. Bagaimana anak-anak memahami panjang, pendek, tinggi, redah, luas, sempit, dan lain-lain itu menggunakan intuisi. Intuisi diperoleh dari interaksi dengan lingkungan sekitar, komunikasi dengan keluarga, teman, dan seterusnya. Contoh intuisi yaitu: kapan kita mngetahui konsep cantik atau tampan? Hal tersebut tergantung dari keterbukaan keluarga, keterbukaan lingkungan, dan seterusnya. Bahkan seorang anak kecil umur 11 bulan bisa mendefinisikan apa itu cantik dengan komunikasi bahasa dan interaksi.
            Kalau di Yunani ada mitos bahwa pelangi sebagai jembatan para bidadari untuk turun ke bumi, maka kita juga punya mitos bahwa di laut selatan ada kerajaan Nyai Roro Kidul. Karena sangat kuatnya mitos sehingga orang-orang tidak berani memikirkannya. Mitos lain menyebutkan jika akan pergi ke pantai jangan memakai baju berwarna hijau karena merupakan warna kesukaan Nyai Roro Kidul. Segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada mempunyai dua sisi, yaitu memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan akan adanya mitos laut selatan yaitu orang-orang menjadi santun dan tidak sembarangan terhadap laut selatan sehingga laut selatan terjaga kelestariannya, orang-orang menjadi segan. Kita juga bisa membuat sebuah mitos pada level kecil, misalnya ada pohon mangga yang berjarak 500 m dari rumah sehingga control terhadap buah mangga menjadi berkurang, jadi buahnya sering habis dicuri anak-anak. Maka pada suatu sore sebelum magrip kita bisa berlari-lari ke rumah sambil berteriak hantu, lalu tersiar kabar di kampung bahwa pohon mangga tersebut ada hantunya, sehingga mangganya utuh dan tidak dicuri. Artinya mitos adalah pengetahuan yang diberi motif tertentu. Seorang raja juga butuh mitos untuk mengarahkan rakyatnya dan membuat pengetahuan-pengetahuan. Selain itu, orang Jawa memang memiliki banyak mitos lain, yaitu: tidak boleh duduk di ambang pintu karena takutnya tidak mendapat jodoh; menyapu harus bersih supaya suaminya tidak berjenggot; mencari jodoh tidak boleh yang rumahnya arah timur laut; tidak boleh tidur dengan kepala di utara; pada bulan suro tidak boleh mengadakan pesta; dan lain sebagainya.
            Jika kita tidak mampu mengerti tenang hal yang kita lakukan berarti itu adalah mitos. Tetapi mitos bagi orang lain bisa merupakan ilmu. Mitos dalam diriku atau di luar diriku. Manusia itu hanya bisa berikhtiar, semakin dewasa secara intuisi. Mitos dan intuisi merupakan hal penting untuk belajar anak kecil, karena hampir semua aspeknya adalah mitos yaitu anak-anak tidak mengerti apa yang mereka kerjakan. Misalnya, keterbatasan komunikasi anak 11 bulan yang mempunyai keinginan walau ada kendala berbicara menjadi problem komunikasi. Di dalam perkembangan filsafat yang makro direfleksikan ke dalam mirko (diri kita) kemudian di ektensif dan intensifkan, sehingga muncul pertanyaan tentang bagaimana mengatur keseimbangan antara hati, pikiran, dan tindakan. Jika kita ingin menyamakan hati, pikiran, dan tindakan itu domainnya berbeda. Domain pikiran itu serempak, domain perkataan itu satu per satu bergantian dan seri, sedangkan domain pikiran itu parallel, apalagi tindakan. Secara filsafat sangat sulit untuk mewujudkannya. Secara pragmatis maksudnya kita berbuat bijaksana atau dari sisi pemikiran dan hati kalau kita intensif dan ektensifkan. Bagaimana mengintensifkan hati dan pikiran? Bagaimana mengektensif hati dan pikiran?
            Tebersit juga sebuah tanya bagaimana percaya pada nabi padahal sudah meninggal? Untuk mengenal nabi secara pikiran bisa dari kitab suci, guru agama, buku agama, dan lain-lain. Setiap zaman ada guru spiritual yang mampu membimbing dunia sampai akhirat. Sebenarnya ketika sedang pergi, berperang, mandi, berdiskusi, mengadakan rapat tidak lain tidak bukan bahwa sedang memandang wajah nabi. Dengan mengintensifkan dan mengolah hati, wajah nabi sebenarnya dipandang bukan melalui mata, dipikirkan bukan dengan pikran, tetapi melalui hati.
            Supaya seimbang antara pikiran dan hati bisa bertanya pada ustad, kyai, room, pendeta, tokoh agama, dan lain-lain. Karena dalam hidup ini seyogyanya ada keseimbangan antara pikiran dan hati. Jika hanya pikiran saja yang digunakan, maka lama-lama hati kita akan menjadi tumpul dan tidak peka lagi terhadap sesama kita. Jika kita hanya menggunakan hati, maka pikiran kita pun akan menjadi tumpul, sehingga logika tak berjalan semestinya. Hidup kita adalah antara vital dan fatal. Kuburan adalah tempat roh-roh, sehingga tidak selayaknya berbuat aneh-aneh di kuburan, tetapi harus sopan, mengucap salam, dan lain-lain. Hidup ini juga antara takdir dan nasib. Walaupun kita berusaha, tetapi kita tidak pernah tahu misteri apa yang akan terjadi. Menurut Imannuel Kant namanya adalah pnaumena, sesuatu yang tidak bisa dipirkan, hanya ilmu titen. Secara ontologis, kita punya ciri-ciri, ilmu titen bisa benar bisa juga tidak benar.

Pertanyaan:
1.      Apakah boleh kita tidak percaya pada mitos-mitos yang ada jika kita tidak mengetahui tujuan ato manfaatnya?